Kamis, 17 Juni 2010

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

Pendahuluan

1. Skadron Udara 17 adalah satuan pelaksana di jajaran Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma yang dalam pelaksanaan tugas-tugasnya perlu adanya suatu Prosedur Tetap diluar penerbangan yang mengatur personil apabila terjadi keadaan darurat kebakaran di lingkungan Skadron Udara 17 agar tercipta suasana lingkungan kerja yang nyaman, aman dan tertib, maka untuk mendukung setiap pelaksanaan tugas pokoknya secara optimal harus adanya kondisi yang terdoktrin oleh setiap personil yaitu budaya safety.

2. Sebagai seorang “Airman” seharusnya sadar akan arti penting budaya safety di lingkungannya masing-masing. Meningkatkan kewaspadaan akan bahaya kebakaran adalah salah satu bagian program safety. Kebakaran dapat menimpa siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Dalam suatu kejadian kebakaran pasti ada kerugian, namun dengan segala upaya yang ada harus bisa menekan angka kerugian akibat kebakaran. Teknologi dalam pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran terus meningkat, akan tetapi terkadang belum diimbangi dengan kesadaran untuk peduli akan bahaya tersebut sehingga faktor sarana sering kurang terdukung secara maksimal.

3. Tingkat pengamanan terhadap bahaya kebakaran tergantung pada berbagai faktor sebagai berikut, antara lain :

a. Kesadaran akan bahaya kebakaran ( fire consciousness)


/ b. Pengetahuan...

b. Pengetahuan tentang api dan pencegahan kebakaran ( knowledge)

c. Ketrampilan dalam menggunakan alat PK (skill)

d. Sarana dan kualitas peralatan (equipment)

e. Perawatan alat peralatan PK (maintenance)

Peningkatan kelima hal tersebut diatas sangat diperlukan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kebakaran dan diharapkan dapat menurunkan angka kerugian seandainya bahaya kebakaran terjadi.

4. Skadron Udara 17 memiliki alutsista yang sangat mahal dan padat tehnologi serta terdapat pula dokumen-dokumen yang sangat penting baik yang menyangkut personil maupun operasi TNI AU. Semua itu tidak pernah lepas dari ancaman bahaya kebakaran yang dapat terjadi setiap saat. Untuk menghadapi bahaya tersebut Skadron Udara 17 secara periodik selalu mengadakan pembinaan kesiapan dan latihan kepada seluruh anggota Skadron Udara 17, dengan tujuan agar secara naluriah dan cekatan setiap anggota tahu akan tugas masing-masing dan melakukannya dengan cepat dan tepat jika terjadi kebakaran.

5. Atas dasar hal tersebut di atas, Skadron Udara 17 memandang perlu membuat suatu pedoman yang berupa Prosedur tentang pencegahan dan penanggulangan kebakaran di lingkungan Skadron Udara 17.

6. Maksud dan Tujuan. Maksud dari pembuatan naskah ini adalah untuk memberikan suatu pedoman bagi setiap anggota Skadron Udara 17 dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran yang dapat terjadi setiap saat di lingkungan Skadron Udara 17 baik pada saat jam dinas ataupun diluar jam dinas sehingga tidak terjadi keragu-raguan dalam tindakan penanggulangan kebakaran.

/ 7. Ruang...

7. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Ruang Lingkup pembuatan naskah ini dibatasi pada penanggulangan kebakaran di lingkungan Skadron Udara 17, dengan tata urut sebagai berikut :

a. Pendahuluan.

b. Penyebab Kebakaran.

c. Macam Kebakaran.

d. Lokasi Kebakaran.

e. Waktu Kejadian Kebakaran.

f. Alat Pemadam Kebakaran.

g. Prosedure Pelaksanaan Standby Start Engine.

h. Pembagian Tugas Dalam Penanggulangan Kebakaran.

i. Penutup.


Penyebab Kebakaran

6. Kebakaran adalah api yang tidak dapat dikendalikan sehingga menimbulkan malapetaka bagi manusia dan alam seisinya. Pada setiap kejadian kebakaran pasti ditemukan kerugian, baik kerugian langsung seperti hilangnya nyawa, kerusakan barang / materi, maupun kerugian tidak langsung seperti effort kerja, waktu, pikiran dan lain-lain.
/ Kebakaran...


Kebakaran merupakan salah satu bentuk accident, dan pasti memiliki suatu penyebab. Untuk dapat mencegah terjadinya kebakaran terlebih dahulu kita harus mengetahui bagaimana kebakaran itu terjadi, tentunya dengan mengetahui unsur-unsur apa yang membentuk api, penyebab kebakaran, macam kebakaran, faktor-faktor terjadinya kebakaran, hal-hal yang mendukung penyebaran api, dan bagian – bagian apa saja yang rawan akan terjadi bahaya kebakaran.

a. Unsur – unsur Terjadinya Api (Segitiga api). Api adalah salah satu bentuk hasil reaksi kimia yang akan terbentuk jika ketiga unsur ini muncul pada titik yang sama, yaitu : udara, panas dan bahan bakar.












Adapun hal-hal yang mendukung penyebaran api adalah “conduction”, “convection”, “radiation” dan “direct burning”.


/ b. Penyebab...



b. Penyebab Kebakaran.

1) Unsafe Action. Unsafe action yang dimaksudkan adalah suatu perbuatan baik disengaja ataupun tidak disengaja yang menunjang terjadinya kebakaran. Berikut ini adalah contoh-contoh bentuk unsafe action :

a) Membuang puntung rokok sembarangan

b) Menyambung kabel listrik tapi longgar sehingga menimbulkan percikan api.

c) Menempatkan lilin (menyala) sembarangan.

d) Penggunaan cabang listrik yang terlalu banyak sehingga kabel menjadi panas.

e) Setrika ditinggalkan dalam kondisi “ON”

f) Dispenser tetap “ON” dalam kondisi air kosong.

2) Unsafe Condition. Unsafe condition yang dimaksud adalah suatu kondisi yang secara langsung maupun tidak langsung akan membentuk ketiga unsur api muncul pada suatu titik sehingga sangat memungkinkan terjadinya kebakaran. Contoh :

a) Selang gas yang usang sehingga berakibat kebocoran gas.

b) Kabel listrik yang tidak sesuai dengan beban pemakaiannya (beban melebihi kemampuan kabel)
/ c) Kondisi...


c) Kondisi kabel listrik yang sudah rusak.

d) Penempatan bahan bakar berdekatan dengan sumber panas.

e) Faktor alam, seperti titik api bertambah akibat musim kemarau, kebakaran akibat terkena petir, dan lain-lain.

3) Significant factor. Suatu penyebab terjadinya kebakaran yang tidak secara langsung mendukung. Seperti :

a) Terbatasnya Pengetahuan tentang bahaya kebakaran.

b) Terbatasnya kemampuan (skill) untuk menggunakan alat PK.

c) Stress tinggi sehingga kita terlupa meletakkan barang-barang yang mudah terbakar di tempat yang tidak aman.

c. Faktor – faktor terjadinya Kebakaran. Faktor – faktor terjadinya kebakaran adalah sebagai berikut :

1) Faktor manusia

2) Faktor alam

3) Faktor peralatan

4) Faktor kecelakaan

5) Faktor barang-barang berbahaya.

/ d. Tindakan...


d. Tindakan Pencegahan . Tindakan Pencegahan dari factor-faktor tesebut diatas adalah sebagai berikut:

1) Faktor manusia

a) Dilaksanakan ceramah-ceramah tentang bahaya kebakaran

b) Dilaksanakan latihan penggunaan alat PK

c) Mensosialisasikan masalah budaya safety

d) Mensosialisasikan Budaya bersih dan disiplin.

2) Faktor alam

a) Memasang perlengkapan pengamanan terhadap loncatan listrik statis.

b) Mengadakan survey terhadap daerah/wilayah yang rawan bahaya petir.

c) Tingkatkan kewaspadaan pada kondisi musim kemarau.

3) Faktor Peralatan

a) Memberikan petunjuk cara penggunaan alat PK

b) Pengawasan terhadap kelaikan peralatan untuk dioperasikan.



/ c) Mengecek...

c) Mengecek secara rutin terhadap semua barang atau alat dalam keadaan baik. Khususnya barang / alat yang mengandung listrik dan berpotensi menghasilkan panas.

d) Matikan barang-barang elektronik dan alat-alat yang menghasilkan panas jika sudah tidak diperlukan.

e) Memasang perlengkapan safety untuk mengantisipasi terjadinya aliran short circuit .

4) Faktor Kecelakaan

a) Mengadakan Pengujian terhadap kemampuan orang yang akan menggunakan alat.

b) Mengawasi pelaksanaan pekerjaan.

5) Faktor Barang-barang Berbahaya. Tempatkan barang-barang berbahaya seperti bahan peledak pada tempat yang betul-betul aman dan di tempatkan dalam bangunan/gedung khusus.

Macam Kebakaran

7. Berdasarkan materiil atau benda yang terbakar, maka klasifikasi kebakaran dapat digolongkan dalam lima kategori yaitu :

a. Kebakaran kelas “A”(carbonaceous fires), yaitu: Kebakaran benda padat yang menghasilkan arang seperti : kayu, rumput, kertas, pohon, dan lain-lain.

/ b. Kebakaran...


b. Kebakaran kelas “B” (flammable liquid fires), yaitu : Kebakaran benda cair yang mudah terbakar sejenis fuel, oli, dan lain-lain.

c. Kebakaran kelas “C” ( flammable gas fire ), yaitu : Kebakaran benda gas seperti : LPG, LNG, Metan, dan lain-lain.

d. Kebakaran kelas “D” ( Metal fires ), yaitu : Kebakaran dengan bahan bakar jenis logam seperti : Sodium, Lithium, Radium, dan lain-lain.

e. Kebakaran kelas “E” ( fire involves electricity), yaitu : Kebakaran pada peralatan yang menggunakan tenaga listrik / menimbulkan tenaga listrik.

Lokasi Kebakaran

8. Berdasarkan tempat terjadinya, maka kebakaran dapar dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :

a. Kebakaran dalam Hanggar. Kebakaran yang terjadi dalam hanggar baik sebagian atau seluruh dari bangunan. Contoh kebakaran ruangan.

b. Kebakaran di luar Hanggar. Kebakaran yang terjadi di luar hanggar yang meliputi sekeliling hanggar.

c. Kebakaran di Pesawat. Kebakaran yang terjadi di pesawat yang posisinya berada disekitar / dalam hanggar. ( Lihat Prosedur Pelaksanaan Standby Start Engine dan Tindakan Pemadaman Bila Terjadi Engine Fire)

9. Tempat Rawan Bahaya Kebakaran. Tempat – tempat yang rawan kebakaran adalah tempat yang memiliki potensi untuk munculnya ketiga unsur api (panas, bahan bakar dan udara), tempat yang memiliki bahan – bahan yang mudah terbakar seperti gudang BBM dan tempat yang memiliki sumber panas.
/ Waktu…

Waktu Kejadian Kebakaran

10. Berdasarkan adanya aktivitas kantor / dinas, maka dalam prosedure penanggulangan bahaya kebakaran ini dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu :

a. Waktu Jam Dinas. Waktu terjadinya kebakaran pada saat jam dinas masih berlangsung, dimana seluruh atau sebagian besar anggota Skadron udara 17 berada di lingkungan kantor Skadron udara 17. sehingga semua anggota yang berada disekitar lokasi terjadinya kebakaran bertanggung jawab untuk turut serta dalam usaha penanggulangan / pemadaman kebakaran.

b. Di luar Jam Dinas. Waktu terjadinya kebakaran pada saat jam dinas sudah berakhir, dimana seluruh atau sebagian besar anggota tidak berada di lingkungan Skadron Udara 17. Dalam hal ini Piket Skadron bertanggung jawab untuk secepatnya menginformasikan terjadinya Kebakaran ke Satuan Pemadam kebakaran, Pimpinan (Komandan Skadron), secepatnya mencari bantuan dan ikut melaksanakan penanggulangan / usaha pemadaman kebakaran.


Alat Pemadam Kebakaran

11. Dalam berbagai aktivitas / kegiatan sehari-hari khususnya di lingkungan kantor, akan lebih baik jika di semua bagian dilengkapi sarana pengaman. Salah satu sarana pengaman adalah adanya peralatan Pemadam Kebakaran.

a. Alat Bantu Pemadam Kebakaran. Alat Bantu ini tidak secara langsung dapat memadamkan kebakaran, tetapi sangat bermanfaat untuk menolong usaha-usaha dalam penanggulangan bahaya kebakaran. Alat – alat ini diantaranya adalah :

1) Tangga
/ 2) Gergaji...

2) Gergaji
3) Kampak
4) Ganco
5) Pasir
6) Ember
7) Skop
8) Masker
9) Pelindung badan
10) Sarung tangan

b. Penempatan Alat PK. Penempatan alat PK selayaknya memperhatikan faktor-faktor berikut ini :

1) Obyek / benda yang akan diamankan

2) Ancaman jenis kebakaran

3) Lokasi penempatan yang strategis : mudah dicapai, mudah dilihat,
mudah diingat, mudah dibawa (tempat tidak terkunci) dan tidak di daerah yang mudah terbakar

c. Alat PK dan Kegunaannya.

1) Alat PK berwarna merah menyeluruh, menggunakan slang dan bercorong, isinya adalah CO2.

a) Manfaat. Digunakan untuk bermacam-macam kebakaran, seperti kebakaran minyak, kebakaran elektronik, kebakaran kertas, kebakaran metal, dll.


/ b) Kekurangan...


b) Kekurangan. PK jenis CO2 tidak efektif untuk kebakaran dilokasi terbuka, jika terkena semprotan bisa menderita luka bakar, dan jarak semprotnya pendek.

2) Alat PK berwarna merah ada ban kuning isinya BCF Hallon.

a) Manfaat. PK jenis ini sangat tepat untuk jenis kebakaran kelas A, B, C dan E, jarak semprotnya cukup jauh, tidak meninggalkan bekas, non konduktor, memiliki rating tinggi, dan cocok untuk pamadaman api di komputer.

b) Kekurangan. Penggunaan PK jenis BCF Hallon ini bisa menyebabkan menipisnya lapisan ozon.

3) Alat PK berwarna merah ada ban kuning isinya foam / busa.

a) Manfaat. PK jenis foam ini tepat jika digunakan untuk kebakaran kelas A dan bisa juga untuk kebakaran kelas B / minyak (avtur, olie, bensin, dll), sifat pemadaman menutupi / memisahkan O2 dari sumber api dan panas, jarak semprotannya jauh, pemadaman dengan menutupi semua permukaaan dengan rata.

b) Kekurangan. Kekurangan jenis ini adalah berbahaya untuk listrik dan meninggalkan kotoran.




/ Alat...



4) Alat PK yang isinya air.

a) Manfaat. Jenis ini sangat mudah diperoleh, tepat untuk kebakaran kelas A (kertas, rumput, dll)., jarak semburan jauh, pemadaman dengan membasahi rata permukaan.

b) Kekurangan. Jenis ini berbahaya untuk kebakaran kelas E (listrik), dan tidak tepat untuk kebakaran kelas B (kebakaran minyak).

5) Alat PK jenis Dry Chemical (serbuk kimia kering).

a) Manfaat. Jenis ini sangat tepat untuk kebakaran Kelas A B C dan E (multi purpose fire), jarak semprotannya jauh, dan pemadaman dilakukan dengan cara menutupi sumber api (reaksi kimia).

b) Kekurangan. Jenis ini bila digunakan bisa mengurangi jarak pandang, meninggalkan bekas/kotoran serbuk putih.

d. Pengelompokkan Alat PK.

1) Alat PK berat, yaitu : unit mobil PK dan unit Resque

2) Alat PK mobile Unit, yaitu : alat PK yang beratnya lebih dari 16 kg dan biasanya dilengkapi kereta dorong.

3) Alat PK Ringan, yaitu : alat pemadam api yang berbentuk tabung yang mudah dioperasikan oleh satu orang dan mudah dijinjing. Alat ini


/ ditujukan...


ditujukan untuk memadamkan api kecil pada awal terjadinya kebakaran. Berat PK ringan ini antara1 kg -16 kg.


Prosedure Pelaksanaan Standby Start Engine

12. Pada tiap-tiap pesawat sudah di lengkapi dengan Alat PK baik portable maupun otomatis yang langsung dapat di operasikan oleh awak pesawat jika terjadi kebakaran di pesawat. Sehingga tugas Personil PK saat terjadi kebakaran pada engine di atur dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Utamakan Keselamatan.

b. Mesin pesawat harus dalam keadaan mati.

c. Diperintahkan oleh Pilot atau awak pesawat yang berkompeten.

d. Pemakaian alat PK melalui fire acces, air intake, atau exhaust.

e. Pemadaman searah angin.

f. Alat PK yang digunakan CO2 atau Hallon.

g. Penyemprotan bahan pemadam dilaksanakan dengan interval waktu (tidak secara terus menerus) dan berpindah tempat antara fire acces, air intake, dan exhaust.

h. Segera memanggil unit PK.



/ 13. Untuk...

13. Untuk menghindari bahaya propeller, bahaya air intake, dan bahaya exhaust penempatan personil PK maupun peralatannya pada saat standby start engine harus menyesuaikan dengan type pesawatnya.

a. Mesin Propeller. Untuk standby start engine pada jenis pesawat propeller yang perlu diperhatikan adalah adanya bahaya propeller dan bahaya exhaust, karena itu harus perhatikan ha-hak berikut ini :

1) Personil PK dan Alat PK menempati posisi pada jarak 5 m kedepan dan 5 m ke samping kearah luar engine membentuk sudut 45 º. Posisi ini dimaksudkan untuk menghindari bahaya propeller dan dapat melihat apabila terjadi semburan api di exhaust.

2) Standby start engine sesuai dengan nomor engine yang akan melaksanakan start.

3) Saat perpindahan dari satu engine ke engine lainnya, jarak amannya adalah pada radius 5 m di depan engine pesawat tersebut.

Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar.....

b. Mesin Jet ( posisi di wing). Untuk standby start engine pada jenis pesawat ini, bahaya yang perlu diperhatikan adalah bahaya penghisapan dari air intake, dan bahaya semburan sisa pembakaran pada exhaust. Ketentuan standby start engine untuk jenis pesawat ini adalah sebagai berikut :

1) PK ditempatkan pada jarak radius 7.5 m membentuk sudut 30º dari posisi engine. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari bahaya hisapan air intake dan bahaya semburan exhaust.


/ 2) Diperintahkan...

2) Perpindahan dari satu engine ke engine lainnya, jarak minimal aman dari hisapan air intake adalah 7.5 m dari bagian depan engine. Perhatikan gambar...

Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar.....

c. Mesin Jet (posisi di bagian tail). Pada pesawat jenis ini tingkat bahayanya lebih relatif lebih kecil karena posisi engine yang tinggi, sehingga bahaya yang perlu diwaspadai hanya semburan pada exhaust engine dan APU. Ketentuan standby start engine untuk pesawat jenis ini adalah :

1) Posisi PK pada jarak 3 m kearah samping dari engine, lurus dengan fire acces.

2) Perpindahan dari satu engine ke engine lainnya melewati bagian bawah engine menghindari semburan exhaust engine dan APU. Perhatikan gambar...

Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar.....

d. Ketentuan Standby start untuk pesawat Helikopter adalah sebagai berikut :

1) Posisi PK di samping kanan atau kiri pesawat dan dibawah rotor.

2) Nozzle alat PK harus posisi horizontal kira-kira satu meter diatas permukaan tanah untuk menghindari bahaya putaran rotor.

3) perpindahan dari satu engine ke engine lainnya melewati depan pesawat pada radius satu meter dengan posisi nozzle alat PK tetap horizontal. Perhatikan gambar...
/ Pembagian…

Pembagian Tugas Penanggulangan Kebakaran

14. Untuk lebih memperlancar dalam penanggulangan kebakaran perlu adanya langkah-langkah yang pasti dan pembagian tugas masing-masing anggota skadron sehingga proses kerja akan lebih efektif .

a. Kebakaran di dalam atau di sekitar hanggar (selama jam dinas). Jika terjadi kebakaran dalam hanggar maka hal – hal yang perlu dilakukan adalah :

1) Teriak. Orang yang pertama melihat api harus teriak “KEBAKARAN...KEBAKARAN...KEBAKARAN...(secara terus menerus sambil menunjuk ke arah lokasi terjadinya kebakaran)”.

2) Alarm & Alat PK. Siapa pun yang mengetahui (mendengar atau melihat) adanya kebakaran, dan posisinya dekat dengan switch alarm segera membunyikan alarm kebakaran, dan Siapa pun yang berada di sekitar lokasi kebakaran harus secepatnya mengambil alat PK baik alat PK tradisional maupun alat PK modern untuk segera memadamkan api.

3) Berkumpul & Berbagi Tugas. Seluruh anggota skadron tanpa terkecuali secepatnya berkumpul untuk segera melakukan pemadaman kebakaran. Duty safety dan dan staf Lambangja atau anggota yang berkompeten dalam bidang safety langsung mengambil tindakan untuk menggerakkan anggota Skadron dalam usaha pemadaman kebakaran. Untuk memudahkan dalam pembagian tugas maka teknis berkumpulnya anggota diatur sebagai berikut:

a) Seluruh anggota langsung berkumpul membentuk 3 (tiga) kelompok :

/ (1) Kelompok...


(1) Kelompok 1 (satu) adalah kelompok pengaman pesawat, terdiri atas JMU dan Load Master (Pesawat B-737, F-28, F-27, C-130) dan seluruh JMU & Ground crew Helikopter : mereka bertugas mengamankan pesawat dari ancaman kebakaran. Pengamanan pesawat dilakukan terhadap pesawat-pesawat yang posisinya terancam bahaya kebakaran baik didalam maupun di luar hanggar. Aircrew / ground crew yang tidak terlibat pengamanan pesawat langsung bergabung dengan kelompok 2 memadamkan kebakaran.

(2) Kelompok 2 (dua) adalah kelompok pembawa Alat PK, terdiri atas RTU dan beberapa ground crew : mereka bertugas membawa alat PK ke lokasi Kebakaran.

(3) Kelompok 3 (tiga) adalah kelompok pengaman dokumen, terdiri atas anggota staf dibantu beberapa anggota lainnya.

b) Kelompok 1 (satu) dipimpin oleh Duty Safety / Perwira TUT langsung bergerak ke pesawat masing-masing untuk segera mengamankan pesawat.

c) Kelompok 2 (dua) dipimpin oleh Perwira Safety langsung secepatnya membawa peralatan PK ke lokasi kebakaran.

d) Kelompok 3 (tiga) dipimpin oleh yang tertua langsung bergerak ke ruangan – ruangan yang menyimpan dokumen-dokumen penting baik berbentuk data elektronik maupun berbentuk buku / tulisan.

/ 4) Tunjukkan...

4) Tunjukkan Arah dan Lokasi . Tunjukkan arah dan lokasi terjadinya kebakaran, sehingga orang yang berada di lingkungan kantor mengetahui kemana harus bergerak dan mengetahui dimana lokasi kebakaran terjadi.

5) Lokalisasi Api. Mencegah terjadinya api lebih besar dengan menyingkirkan segala sesuatu yang mudah terbakar.

6) Matikan Listrik. Memutus aliran listrik dengan mematikan circuit listrik utama.

7) Informasikan. Informasikan kejadian kebakaran secepatnya ke Dinas Pemadam Kebakaran. Pancarkan melalui HT untuk menginformasikan ke seluruh pejabat terkait. Piket Jaga Skadron tetap di pos jaga dan segera menghubungi Dinas Pemadam Kebakaran, Ruspau dan Provost Lanud Halim P. Duty Pilot bertanggung jawab menghububungi Komandan Skadron, Kadisops Skadron, Kadishar dan Duty Ruang Operasi. Tugas Duty Pilot ini tidak mutlak sehingga dapat dilakukan siapapun jika kondisi memungkinkan.

b. Kebakaran di luar Hanggar (selama jam dinas). Untuk penanggulangan terjadinya kebakaran di luar hanggar sama dengan apa yang harus dilakukan untuk penanggulangan kebakaran di dalam hanggar.

c. Kebakaran di luar Jam Dinas. Jika terjadi kebakaran di luar jam dinas maka hal-hal yang perlu dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1) Teriak. Orang yang pertama melihat api harus teriak “KEBAKARAN...KEBAKARAN...KEBAKARAN...(secara terus menerus sambil menunjuk ke arah lokasi terjadinya kebakaran)”.

/ 2) Alarm...

2) Alarm. Siapa pun yang mengetahui (mendengar atau melihat) adanya kebakaran, dan posisinya dekat dengan switch alarm segera membunyikan alarm kebakaran, dan Siapa pun yang berada di sekitar lokasi kebakaran harus secepatnya mengambil alat PK baik alat PK tradisional maupun alat PK modern untuk segera memadamkan api. Jika tidak ada anggota selain yang bertugas jaga Skadron maka yang bertanggung jawab membunyikan alarm adalah Bintara Jaga.

3) Berkumpul & Berbagi Tugas. Anggota yang berada dikantor tanpa terkecuali secepatnya berkumpul untuk segera melakukan pemadaman kebakaran dengan memanfaatkan peralatan PK yang ada.

4) Tunjukkan Arah dan Lokasi . Tunjukkan arah dan lokasi terjadinya kebakaran, sehingga orang yang berada di lingkungan kantor mengetahui kemana harus bergerak dan mengetahui dimana lokasi kebakaran terjadi.

5) Informasikan. Informasikan kejadian kebakaran secepatnya ke Dinas Pemadam Kebakaran. Pancarkan melalui HT untuk menginfokan ke seluruh pejabat terkait. Perwira Jaga Skadron tetap di pos jaga dan segera menghubungi Dinas Pemadam Kebakaran, Ruspau, Provost Lanud Halim P, Duty Pilot, Komandan Skadron, Kadisops Skadron, Kadishar dan Duty Ruang Operasi.

6) Seluruh anggota Skadron Udara 17 tanpa terkecuali yang berada di lingkungan Halim langsung bergerak ke Skadron untuk membantu penanggulangan kebakaran.

7) Satuan Provost diminta untuk segera membuka seluruh gerbang masuk Ring 1 (satu) dan memberikan prioritas jalan untuk mempercepat pergerakkan dalam upaya penanggulangan kebakaran.
/ Penutup…

Penutup

15. Demikian naskah ini dibuat sebagai pedoman bagi anggota Skadron Udara 17 dalam menanggulangi bahaya kebakaran, agar diketahui dan dipahami. Semoga naskah ini bermanfaat untuk mendukung program “zero accident” dan semakin berkembangnya budaya safety di lingkungan Skadron Udara 17.






Dikeluarkan di : Jakarta
Pada tanggal : 2005

Noto Casnoto

MENINGKATKAN POSTUR SKADRON UDARA 17 SEBAGAI SKADRON VVIP

Skadron Udara 17 berkedudukan di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, dibawah pembinaan Wing 1 Lanud Halim P. Skadron udara yang lebih familiar dijuluki sebagai skadron VIP ini bertugas mendukung Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma dalam melaksanakan dukungan penerbangan bagi para pejabat VIP/VVIP , militer maupun sipil, dari dalam dan luar negeri. Skadron Udara 17 sebagai skadron VVIP/VIP merupakan kereta kencana bagi para pembesar negara baik dari kalangan sipil maupun militer, sangat disorot dalam hal postur dan performance-nya. Setiap misi yang dilaksanakan banyak mata yang mengamati secara kasat dan tidak kasat untuk mendukung kelancaran tugas operasi dari mulai perencanaan sampai misi selesai. Postur dan Performance Skadron Udara 17 mencerminkan citra Bangsa Indonesia baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Citra ke dalam, postur sebagai pelayan pemerintah yang sempurna mencerminkan besarnya penghargaan terhadap pejabat tinggi negara sebagai imbalan yang layak atas integritas dan totalitas para pejabat dalam menyumbangkan segenap pikiran dan usaha untuk membangun bangsa dan negara. Citra ke Dunia Internasional, menunjukkan kemantapan kekuatan TNI sebagai perisai bangsa dalam mengamankan pejabat penting negara khususnya Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, serta pejabat-pejabat lain dalam melaksanakan tugas-tugas kenegaraan.

Bidang tugas yang begitu melekat dengan rangkaian kegiatan Kepresidenan ini menjadikan Skadron Udara 17 sebagai postur yang sangat disorot mewakili TNI, khususnya TNI AU sebagai kekuatan utama TNI dalam melaksanakan tugas-tugas matra udara. Untuk itu postur Skadron Udara 17 sebagai skadron VIP harus tampil sempurna dalam segala hal baik aircrew, pesawat, maupun pendukungnya. Namun demikian untuk mewujudkan postur yang sempurna tidaklah mudah, karena masih terdapat beberapa permasalahan yang perlu diselesaikan secara seksama, yaitu kekuatan personel yang belum memadai (establishment crew), eksplorasi kemampuan personel masih belum optimal, kondisi beberapa pesawat yang sudah tua, skadron udara dengan multy type aircraft, kondisi sarana prasarana yang belum sempurna, serta budaya safety yang belum maksimal.

Pimpinan mengharapkan TNI mampu membangun Citra Bangsa Indonesia di dunia internasional, untuk itu TNI harus membangun seluruh komponen yang dimiliki termasuk didalamnya adalah Skadron Udara 17. Postur Skadron Udara 17 sebagai skadron VVIP/VIP harus dibangun sehingga tampil sempurna, untuk itu penulisan karya tulis ini dimaksudkan sebagai pembelajaran dalam menyampaikan aspirasi / gagasan atas harapan kehendak pimpinan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan selanjutnya. Untuk efektifitas penulisan bahasan ini dibatasi pada upaya meningkatkan postur Skadron Udara 17 sebagai Skadron Udara Angkut VVIP/VIP dalam rangka membangun citra Bangsa Indonesia di dunia internasional.

Postur Skadron Udara 17 meliputi dua komponen yaitu kekuatan (fasilitas materil dan personel) dan sistem manajemen. Komponen kekuatan yang dimaksud adalah semua personel dan segala fasilitas materil yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan aktifitas dinas Skadron Udara 17. Sistem manajemen merupakan suatu rangkaian yang terintegrasi antar beberapa manajemen yang melibatkan Skadron Udara 17 sebagai obyek maupun sebagai subyek. Sebagai Obyek, Skadron Udara 17 merupakan satuan pelaksana atas segala kebijakan pimpinan yang terstruktur dalam jalur komando maupun tidak. Sebagai subyek, Skadron Udara 17 merupakan satuan yang terorganisasi dengan struktur yang sudah ditentukan, dimpimpin oleh seorang komandan skadron untuk menjabarkan dan mengaplikasikan kebijakan atasan dalam menjalankan tugas organisasi.

Komponen kekuatan Skadron Udara 17 terdiri atas dua macam aset yaitu aset bernyawa (personel) dan yang tidak bernyawa (materiil). Aset personel meliputi seluruh personel yang berdinas di Skadron Udara 17, personel di luar di Skadron Udara 17 yang secara temporer terlibat dalam kegiatan dinas seperti penerbang / navigator yang berdinas di luar skadron, personel dari satuan pendukung yaitu personel yang terlibat langsung dengan aktifitas dinas Skadron Udara 17 tapi berasal dari satuan samping (masih dalam satu pangkalan udara). Aset materiil meliputi seluruh inventaris kekayaan milik negara(IKMN) dan swadaya yang dipertanggungkan di Skadron Udara 17, alutsista (pesawat udara) dan hanggar Skadron Udara 17.

Personel yang mengawaki Skadron Udara 17 saat ini berjumlah 151 orang dengan komposisi 49 perwira, 85 bintara, 12 tamtama dan 5 pegawai negeri sipil, adapun komposisi berdasarkan kualifikasi profesi di pesawat yang terdiri atas 25 penerbang, 36 flight engineer, 6 JRU (Juru Radio Udara), 24 Loadmaster, 55 ground crew, dan 5 orang pendukung lainnya. Komposisi skadron berdasarkan profesi ini jika dikelompokkan berdasarkan setting crew masing-masing rating pesawatnya, maka hanya bisa dibentuk menjadi 12 set crew. Sementara menurut Buku Petunjuk Teknis Pembinaan Profesi Penerbang dan Navigator menyatakan bahwa kekuatan penerbang yang mengawaki skadron adalah 2 x 2 x jumlah pesawat fix wing dan 2 x 3 x jumlah pesawat heli , jadi jika total pesawat di Skadron Udara 17 adalah 7 pesawat fix wing dan 5 pesawat rotary wing maka jumlah penerbang minimal yang harus ada di skadron adalah 2 x 2 x 7 ditambah 2 x 3 x 5 menjadi 58 penerbang sedangkan saat ini baru terdapat 25 penerbang, berarti masih kurang 33 penerbang atau 57% dari kekuatan seharusnya, untuk menutupi kekurangannya Skadron Udara 17 mengupayakan dengan berkoordinasi dengan satuan samping (masih dalam satu pangkalan udara) seperti peminjaman crew herky dari Skadron Udara 31, maupun dengan antar satuan (satuan dari pangkalan udara lain) seperti peminjaman crew heli dari Lanud Atang Sendjaja, Bogor. Selain itu pula sampai saat ini masih diberlakukan double rating (satu pilot memiliki dua rating pesawat) bagi sebagian para penerbang.

Kekuatan personel adalah kekuatan utama, maka permasalahan kekurangan personel seperti penerbang atau awak lain harus segera dicarikan solusinya. Penyelesaian dengan double rating dan peminjaman dari satuan lain hanya penyelesaian sementara menunggu sampai establishment crew terpenuhi. Kendala utama kurangnya penerbang adalah input dari sekolah penerbang yang terbatas, setiap tahun penerbang baru yang masuk ke skadron udara 17 terbatas antara dua sampai empat orang yang terbagi dalam dua rating, penerbang fix wing dan penerbang heli. Penerbang fix wing akan di masukkan ke rating Pesawat jet engine ( Boeing atau Fokker 28) dan pesawat propeller (C-130 atau Fokker 27), bagi penerbang heli akan langsung diarahkan untuk mengawaki Heli Super Puma. Jika pesawat fix wing di Skadron Udara 17 terdapat empat macam, sedangkan penerbang baru (masukan dari Sekbang) hanya berjumlah dua orang maka setiap penerbang akan dibina untuk memegang dua rating pesawat secara bertahap dan sesuai kemampuan supaya regenerasi penerbang di skadron tidak terputus. Ironisnya dengan establishment crew yang belum terpenuhi, produksi jam terbang untuk tiap-tiap penerbang masih sedikit juga, dengan batas perolehan minimal 15 jam terbang perbulan saja hampir 15% penerbangnya masih ada yang tidak bisa mencapainya. Skadron Udara 17 tidak memiliki jadwal penerbangan rutin, perolehan jam terbang bisa dikatakan tergantung pada kesibukan para pejabat dalam melaksanakan kegiatan dinasnya, sehingga hanya mengandalkan perolehan jam latihan profisiensi untuk mempertahankan kemampuan terbang.

Satu predikat yang harus melekat pada personel skadron adalah profesionalisme. Profesionalisme penerbang tergantung pada kemampuan penerbang yang dilihat dari tiga sisi, keterampilan (skill), pengetahuan dan pengalaman. Skill penerbang dibina melalui silabi latihan yang sudah ditentukan, pengetahuan diperoleh dari pendidikan ( formal / nonformal) namun pengalaman harus dibina dalam misi operasi. Pembinaan latihan bisa dilaksanakan dalam tempo yang relatif singkat tetapi pengalaman tidak, pengalaman terbang akan lebih banyak menentukan kedewasaan seorang penerbang dalam menghadapi realita tugas sebagai penerbang TNI baik dalam tugas penerbangan maupun diluar tugas penerbangan. Sekarang bagaimana para penerbang Skadron Udara 17 bisa memiliki pengalaman yang banyak jika 15 jam terbang dalam sebulan saja sulit dicapai. Tuntutan profesionalisme terhadap penerbang acap kali terdengar dari amanat pimpinan, tetapi dukungan kebijakan tidak seimbang dengan harapan yang diinginkan. Padahal definisi sebagai prajurit profesional dalam doktrin TNI sangat jelas, prajurit TNI harus dididik, dilatih, dibekali, dan disejahterakan. Selain penerbang, para profesional lain di skadron adalah para teknisi yang sekaligus merangkap sebagai flight engineer, loadmaster, ground crew dan pramugari. Berbeda dengan para penerbang, teknisi, loadmaster dan groun crew hanya diberi tanggung jawab untuk memiliki satu rating saja. Pembinaan untuk menjadikan seorang JMU ( juru montir udara ) lebih lama dari pada menjadikan seorang penerbang baru hingga menjadi seorang captain. Menjadikan seorang JMU I (first engineer) bisa memakan waktu hingga 15 (lima belas) tahun atau lebih sedangkan menjadikan seorang captain pesawat kira-kira 8 (delapan) s.d. 10 (sepuluh) tahun. Pembentukan yang sangat lama menjadikan seorang JMU akan lebih matang dalam menganalisa permasalahan pada pesawat, tetapi berdampak pada terbatasnya jumlah. Untuk personel loadmaster tidak begitu bermasalah, yang paling rumit lagi adalah permasalahan dalam pembinaan pramugari. Pramugari yang saat ini tercatat dalam daftar pramugari sebagian yang tidak siap untuk melaksanakan tugas penerbangan, karena terbentur dengan tugas-tugas lain seperti mendapat SP sekolah, beralih ke lain tugas, tidak aktif karena sakit, tidak diizinkan suami, mengundurkan diri dan lain sebagainya. Kebanggaan seorang Wara (Wanita TNI Angkatan Udara) menjadi pramugari VIP masih rendah, hal ini begitu jelas pada saat kegiatan perekrutan dilaksanakan. Pramugari di rekrut dari Wara yang sudah berdinas aktif, kebanyakan mereka melaksanakan tugas sebatas karena SP (Surat Perintah) bukan atas kehendaknya sendiri. Pernah dalam suatu kasus, pada saat pengumuman hasil seleksi pramugari dibacakan, mereka yang tidak masuk bersorak ceria sedangkan yang diterima menjadi pramugari menampakkan raut muka pasrah tak bersemangat. Ini menunjukkan tingkat motivasi yang rendah, motivasi merupakan modal dasar seseorang untuk dapat dibina dan dikembangkan. Tanpa motivasi yang tinggi pembinaan akan mengalami hambatan yang besar apalagi dengan kondisi keterbatasan dukungan.

Permasalahan mengenai kekurangan personel untuk mengawaki alutsista di Skadron Udara 17 salah satunya disebabkan oleh keterbatasan dalam penyediaan prajurit. Dalam buku Petunjuk Induk TNI AU tentang Pembinaan Personel dan Tenaga Manusia, penyediaan prajurit merupakan salah satu fungsi pembinaan dalam memenuhi tuntutan kemajuan teknologi alutsista yang dimiliki TNI AU, yang pada hekekatnya guna mendapatkan prajurit dengan kwalitas dan kuantitas yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan organisasi TNI AU dalam rangka pelaksanaan tugas. Sebenarnya dalam buku tersebut sudah tertulis dengan lengkap dan jelas tapahan dalam penyediaan prajurit dari mulai tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan pengawasannya. Tapi fakta berbicara bahwa dalam kurun sepuluh tahun terakhir respon terhadap permasalahan yang dihadapi satuah bawah masih kurang. Jika permasalahan yang dialami skadron sudah berlangsung selama satu dasawarsa dan tidak ada perubahan maka penyebab utamanya terletak pada sistem manajemen yang kurang berfungsi baik. Permasalahan kekurangan personel bukan kewenangan skadron, skadron sebatas menyampaikan permasalahan tersebut ke satuan atas, selebihnya adalah kewenangan pimpinan. Sambil menunggu kebijakan, skadron berupaya sedemikian rupa untuk menyelesaikan permasalahan sebatas dengan mengoptimalkan segala kekuatan yang dimiliki demi kelancaran dalam pelaksanaan tugas. Namun sayangnya kegiatan operasi yang selama ini sudah berjalan dianggap sebagai sesuatu yang normal dan biasa. Penyelesaian dengan sebatas optimalisasi tidak menyelesaikan masalah, untuk kebesaran Skadron Udara 17 kekuatannya harus di tingkatkan baik kekuatan personel maupun materiilnya (alutsista).

Pandangan Sun Zi dalam mengendalikan suatu pasukan, dalam buku yang berjudul Art of The War karya Chou Huo Wee, keefektifan dalam mengelola dan mengendalikan suatu kekuatan kecil atau besar adalah sama. Hal ini sebagian besar tergantung pada organisasi, srtuktur, komunikasi, dan isyarat. Sedangkan ketertiban dan ketidaktertiban tergantung pada organisasi dan struktur . Perbedaannya terletak dalam perlakuannya, dalam beban tugas yang sama diselesaikan dengan kekuatan yang berbeda akan menuntut perlakuan yang berbeda. Jika perlakuannya disamakan ini akan berakibat menurunnya motivasi dan moril pasukan. Kondisi ini berlaku juga untuk kehidupan di skadron, dan sayangnya ini belum bisa diterapkan. Dalam lingkungan kerja Skadron Udara 17 medan tugasnya adalah melaksanakan penerbangan VVIP / VIP serta tugas-tugas lain di luar tugas penerbangan, keefektifan dalam pengelolaan dan pengendalian seluruh kekuatan skadron dalam pelaksanaan tugas tergantung pada organisasi atas, organisasi intern, struktur (luar dan dalam), dan komunikasi antar pimpinan. Dalam lingkungan intern skadron sudah diupayakan optimalisasi terhadap semua bidang, komunikasi antara skadron dengan satuan atas pun sangat intensif, laporan secara periodik dibuat, tapi respon tergantung atas kebijakan satuan atas. Sementara ketertiban dan ketidaktertiban yang terjadi selama pelaksanaan penerbangan VVIP / VIP tergantung pada organisasi (TNI) dan struktur (tugas). Ketertiban ini menyangkut dalam tiga faktor, yaitu pertama, ketertiban dalam pengelolaan dan perawatan materiil dan kedua, ketertiban dalam pengelolaan dan perawatan personel, ketiga ketertiban manajemen keorganisasian. Di TNI AU sudah ada organisasi yang mengurusi bidang materiil, dan sudah ada juga yang mengurusi masalah personel, bidang kerja dan aturannya sudah jelas tinggal bagaimana pelaksanaan dan pengawasannya. Pada zaman kebesaran Kekaisaran Mongol dan bahkan China yang masih menerapkannya sampai sekarang, para kaisar / raja tidak segan-segan memberikan hukuman mati kepada para koruptor dan pengkhianat kerajaan dan paling ringan adalah mencopot jabatan dan mengambil harta milik menjadi hak kerajaan sebagai hukuman atas pelanggaran yang dilakukan. Aturan ini membuat para pejabat tahu betul resiko yang akan diterima jika berbuat diluar aturan yang berlaku. Dengan ketentuan yang jelas dan tegas manajemen organisasi akan hidup dan struktur akan berfungsi secara efektif.

Pandangan Jendral Wu Qi dalam membina pasukan di Kerajaan Wei dan Kerajaan Chu. Dalam Buku The Art of Tactic yang diilustrasikan oleh Wang Xuanming, Wu Qi yang diangkat menjadi jendral di Kerajaan Wei adalah seorang prajurit tangguh dan pemberani sengaja diangkat menjadi pemimpin pasukan untuk membantu mereorganisasi dan merestrukturisasi kerajaan Wei atas perintah Raja Marquis Wen. Langkah yang diambil oleh Jendral Wu Qi adalah menyingkirkan pejabat korup, mempromosikan mereka yang berintegritas tinggi, mendorong sektor pertanian dengan memberikan penghargaan bagi siapa yang membuka lahan untuk bertani, dan melatih pasukannya dengan serius . Dalam kurun waktu yang tidak lama Jendral Wu Qi sudah memiliki kekuatan pasukan yang besar yang kuat dan berhasil memperluas wilayah kekuasaan kerajaan Wei. Setelah Raja Marquis Wen mangkat dan tahta kerajaan digantikan oleh putranya Raja Wu yang masih belum matang dalam menjalankan tahta kerajaan, Jendral Wu Qi dianggap membahayakan dan akhirnya lari ke kerajaan Chu. Raja Dao, Raja Kerajaan Chu sudag banyak mendengar reputasi Jendral Wu Qi dan sangat bahagia atas kedatangannya, dalam waktu singkat Raja Dao mengangkatnya menjadi menteri tertinggi. Dalam suatu perbincangan sang raja menanyakan kepada Jendral Wu Qi, “Apa penyebab keterpurukan kerajaan Chu atas kemiskinan dan kelemahan kekuatan militernya. Jawaban Jendral Wu Qi adalah karena para pejabat dan menteri yang terlalu berkuasa, para tuan tanah yang terlalu menekan raja dan menindas rakyat. Jawaban Jendral atas pertanyaan rajanya adalah melaksanakan reformasi, kurangi jabatan yang tidak perlu, kendalikan yang kaya dan para pejabat, kembangkan produktifitas dan bangun pasukan, mengusir para pejabat yang tidak mau mengikuti aturan dan menindas rakyat, mengefisienkan jabatan, memeriksa keuangan dengan ketat, mengganti pejabat yang tidak berkompeten dengan yang berbakat serta adil, memberikan aturan kepada rakyat untuk tinggal di daerah untuk mempertahankan stabilitas tenaga kerja dan meningkatkan produktifitas serta pendapatan dan merampingkan sektor publik” . Dengan pertumbuhan ekonomi yang baik Kerajaan Wei bisa membangun pasukan militer yang besar. Atas jawabannya Jendral Wu Qi diberikan jabatan sebagai Menteri Tertinggi untuk bisa menjalankan segala idenya. Dalam kepemimpinan Jendral Wu Qi Kerajaan Wei berkembang menjadi Kerajaan yang besar dan kuat mengungguli kerajaan lain di sekitarnya.

Ilustrasi diatas sangat baik untuk contoh, Negara Indonesia adalah negara besar yang memiliki wilayah yang subur, kekayaannya yang melimpah dan penduduk yang banyak, tapi kenapa kekayaan negaranya miskin? Banyak pengusaha kaya, banyak para pejabat kaya, tetapi lebih banyak lagi rakyat yang miskin dan sebagian para prajurit masih mencari pendapataan sampingan sebatas menyangga kehidupan keluarga dan membiayai anaknya sekolah. Kesenjangan sosial yang kontras begitu nampak di masyarakat kota, kondisi ini kurang baik bagi pertumbuhan ekonomi dan akan berdampak pada tingginya tingkat kriminal. Seharusnya kekayaan negara masuk ke kantong kas negara bukan ke kantong perorangan, akhirnya negara menjadi miskin dan kekuatan militer menjadi turun karena terbatasnya anggaran dan dukungan. Dampak ini dirasakan juga dilingkungan Skadron Udara 17 sebagai salah satu bagian kekuatan negara. Kondisi yang sekarang terlihat di Skadron Udara 17 merupakan cerminan kondisi Negara Indonesia dengan kelemahan kekuatan militernya. Permasalahan yang dialami negara Indonesia saat ini hampir sama dengan permasalahan yang dialami kerajaan Wei maupun Kerajaan Chu, maka untuk mengatasinya pun kurang lebih sama dengan yang diterapkan oleh jendral Wu Qi bersama rajanya.

Prajurit dengan Negara sama seperti harimau dengan hutan, harimau butuh makan dari hutan, hutan butuh harimau untuk menjaganya. Negara butuhprajurit untuk stabilitas dan keamanan negara, sementara prajurit butuh kesejahteraan dari negara. Sekarang lihat apa yang terjadi jika hutan tidak menyediakan makanan yang dibutuhkan oleh harimau. Harimau akan lari dari hutan masuk ke kebun binatang, sang harimau akan mendapatkan makanan yang cukup tapi kehilangan kehormatan sebagai raja hutan, sementara hutan yang kehilangan harimau menjadi jarahan para manusia ambisius yang akan menghabiskan hutan beserta isinya. Negara Indonesia adalah negara yang kaya, coba dilihat seberapa negara memberikan kesejahteraan kepada prajurit yang menjaganya. Seorang prajurit mungkin akan mampu bertahan hidup kelaparan dalam hutan tapi sebagai seorang ayah tidak akan tahan melihat keluarganya (anak istri) hidup dalam kekurangan. Pada saat kebutuhan ini begitu mendesak, seorang prajurit tidak akan segan lagi untuk keluar dari tugas untuk mencari pendapatan tambahan walaupun kehormatannya jatuh, nalurinya sebagai seorang ayah lebih besar dari pada naluri sebagai prajurit. Jika kondisi ini terus berlangsung maka negara ini akan jadi bancakan para pejabat korup, para pengusaha liar, dan para perusak yang segera menghabisi kekayaan negara ini sampai ludes. Maksud ilustrasi tersebut adalah bahwa pemerintah kurang memperlakukan prajurit sebagaimana mestinya, pemerataan kesejahteraan masih jauh dari yang diharapkan sehingga wajar jika sampai saat ini kondisi prajurit masih sulit menjadi prajurit profesional. Perlu banyak belajar dari para pemimpin besar bagaimana memperlakukan para prajurit sehingga pasukannya bisa bertempur dengan gigih dan tidak takut mati di medan peperangan.

Sekarang dilihat dari perspektif kepemimpinan Seorang Pemimpin Besar Genghis Khan, dalam buku yang berjudul Genghis Khan karya John Man, untuk membangun suatu pasukan dengan postur yang sempurna dan menjadi pemimpin langit abadi ada sepuluh aturan yang harus diikuti, yaitu pertama, memberi imbalan pada kesetiaan, kedua, menjalani hidup sederhana dan keras, ketiga, mengamalkan pengendalian diri, keempat, temukan bakat dimanapun kau bisa dan gunakanlah, kelima bunuh musuh tanpa perasaan menyesal, keenam, menentang kekejaman, ketujuh, beradaptasi dan bersikap terbuka terhadap cara-cara baru dalam kepemimpinan, kedelapan, mengetahui bahwa anda memiliki dukungan ilahi, kesembilan, buat para pengikut untuk mempercayainya, dan terakhir menghormati kebebasan keyakinan . Genghis Khan tidak membeda-bedakan kesempatan bagi prajuritnya, siapa yang patut dan berbakat dialah yang diangkat menjadi seorang jendral (hanya dalam kepemimpinannyalah ada seorang penggembala diangkat menjadi seorang jendral), tidak membedakan prajurit berdasarkan ras, keyakinan dan asal muasal. Dengan kepemimpinannya hasil yang diperoleh tidak diragukan lagi, jumlah pasukannya mencapai ratusan ribu prajurit dan luas wilayah kekuasaannnya belum ada yang menandingi sampai saat ini. Genghis Khan bukan golongan orang-orang yang dibesarkan di lingkungan pendidikan, melainkan di padang rumput yang liar dan kehidupan yang keras, pengetahuannya diambil dari pelajaran kehidupan alam liar tempatnya lahir dan dibesarkan. Genghis Khan tidak seperti orang China yang pandai mambaca dan menulis, tapi dia bisa mengambil alih kekaisaran China menjadi takhlukannya. Dia bisa mengendalikan ratusan ribu pasukan yang terpisah dalam beberapa bagian dengan jarak beratus-ratus mil dalam komandonya tanpa bekal alat komunikasi seperti sekarang ini dan berjalan sesuai kehendaknya. Sekarang bandingkan dengan TNI AU yang jumlah personelnya kurang dari 40.000 prajurit dengan kemajuan teknologi saat ini masih ada yang mengeluh keterbatasan dalam berkoordinasi, semua prajurit TNI AU sudah melewati tahap kegiatan pembinaan yang jelas dari mulai pengkajian klasifikasi tenaga manusia, pengkajian pendayagunaan tenaga manusia, pengkajian norma pengawakan organisasi, perencanaan tenaga manusia, pemeriksaan tenaga manusia, pengawasan dan pengendalian penggunaan tenaga manusia, dan pengawasan serta pengendalian rekrut. Jika dengan tahapan pembinaan yang sudah jelas masih ditemukan hasil seperti sekarang ini maka yang bermasalah adalah sistem pembinaanya baik personel pelaku maupun aturan-aturan yang berlaku didalamnya. Sekarang dilihat dalam satu kasus pembinaan saja, untuk menjadikan perwira penerbang masih kekurangan calon yang memenuhi syarat, padahal perekrutan calon Karbol (Taruna Akademi TNI AU) memiliki kesempatan yang besar untuk mendapatkan pemuda-pemuda pilihan dari seluruh penjuru Indonesia, puluhan juta pemuda lulusan Sekolah Menengah Umum atau setingkat tersebar menantikan peluang. Untuk memilih kuda perang yang tangguh seorang jendral akan pergi ke penangkaran dan meminta sang pawang memilihkannya, untuk mendapatkan calon prajurit yang cakap kenapa tidak kita lakukan datang ke sekolah-sekolah merekrut pelajar berprestasi yang tidak cukup biaya untuk menjadi calon prajurit TNI. Dari sekian sejarah para prajurit tangguh, Barisan pasukan Kekhalifahan Umar Bin Khatob, Pasukan Panglima Cheng Ho, Jendral Wu Qi, jajaran para jendral pasukan Genghis Khan, pasukan pengawal kerajaan kekaisaran dinasti Ming, semuanya diambil dari orang-orang kalangan bawah yang punya bakat dan rela mengabdi dengan integritas tinggi. Bangsa Indonesia laksana petani yang memiliki bibit-bibit yang unggul, tapi sayang tidak bisa memilih dan menanamnya.

Seperti yang dikatakan oleh Sun Zi, membangun kekuatan kecil ataupun besar itu sama saja, modal utamanya adalah kebanggaan dan integrasi. Skadron adalah kekuatan kecil, TNI adalah kekuatan besar, membangun TNI sama dengan bagaimana membangun skadron udara, jika tidak bisa membangun skadron mustahil bisa membangun TNI. Kebanggaan dan jiwa integrasi prajurit sangat utama, nilai-nilai ini sudah ditanamkan sejak hari pertama masuk dalam pendidikan militer tapi terlupakan untuk bagaimana menumbuhkannya, sehingga benih itu tumbuh kerdil tanpa siraman dan pupuk yang dapat menumbuhkannya menjadi besar dan berakar kuat. Kebanggaan atas bangsa yang besar harus dibangkitkan, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, bangsa yang berhak mewarisi budaya dunia, bangsa yang cerdas jauh sebelum peradaban ini ada, bangsa yang berhak atas warisan kejayaan dan kebesaran Atlantis, seperti yang dituliskan oleh seorang Geolog dan Fisikawan dari Brazil, Prof. Arysio Santos penulis buku yang berjudul Atlantis The Lost Continent Finally Found, “Bangsa Indonesia adalah ahli waris peradaban tertua di dunia, yang tentu saja mewarisi gen nenek moyang yang sudah sangat maju peradabannya” .

Para Pemimpin besar yang sudah berhasil memimpin pasukan yang berjumlah ratusan ribu prajurit memiliki kesamaan dalam memperlakukan prajuritnya. Mereka dimulai dengan membangun individunya, mencukupi kebutuhan keluarganya dan berlaku adil terhadap sesama. Dengan modal ini seorang prajurit akan bisa mengabdikan secara total untuk menjadi prajurit yang profesional. Setelah individu ini terbentuk dia akan membangun elemen satuan terkecil, membangun satuan yang profesional dan handal, dan pada akhirnya kekuatan pasukan akan berdiri kokoh dan besar. Para pemimpin yang berhasil adalah mereka yang berhasil memahami lingkungan secara seksama, mereka banyak mempelajari sesuatu yang tidak diketahui untuk memahami yang sudah diketahui. Ternyata ini berhubungan dengan istilah yang disebut Black Swan.

Menurut Nassim Nicholas Taleb, Black Swan adalah sebuah peristiwa dengan tiga sifat, yaitu pertama, peristiwa itu lain dari yang lain, sesuatu di luar dunia seperti yang biasa kita harapkan karena tidak ada sesuatu pun yang dapat secara meyakinkan menunjuk kemungkinan tersebut. Kedua peristiwa tersebut memiliki dampak yang ekstrim. Ketiga, peristiwa ini bisa dijelaskan setelah terjadi, jadi sebenarnya hal ini bisa diperkirakan . Peristiwa 1998 di Indonesia yang menggagalkan Repelita kelima sebagai era tinggal landas merupakan salah satu black swan, kejadiannya tidak diperkirakan, berdampak besar, dan baru dapat dianalisa setelah terjadi. Munculnya suatu peristiwa secara mendadak terjadi karena ketidakmampuan meramalkan hal-hal tidak diduga yang menyiratkan ketidakmampuan meramalkan arah sejarah, mengingat keberadaan peristiwa-peristiwa ini dalam dinamika kejadian. Kesalahpahaman terhadap rantai sebab akibat antara kebijakan dan aksi dapat memicu black swan. Ketidakmampuan membuat ramalan terhadap lingkungan sekitar ditambah kurangnya kesadaran secara umum atas situasi-situasi mengandung arti bahwa para profesional yang menyebut dirinya adalah pakar sesunggunya tidak layak disebut demikian, mereka tidak tahu lebih banyak dalam bidangnya daripada orang lain pada umumnya . Sekarang lihat kondisi Skadron Udara 17 yang katanya disebut sebagai Skadron VVIP, isinya hanya pesawat hasil limpahan dari airline yang menambah rendah statusnya sebagai Skadron VIP. Lantas siapa yang berani berangan-angan meramalkan sejarah untuk kebesaran Skadron Udara 17, dan membicarakan betapa penting Kredibilitas Skadron Udara 17 dalam lingkup kerja yang satu rangkaian dengan kegiatan kepresidenan.

Dari bahasan dan ilustrasi diatas dapat diambil suatu pelajaran bahwa dalam membangun postur prajurit dibutuhkan hal-hal sebagai berikut pertama, pembinaan yang benar harus dimulai dari tahap perencanaan yang benar, perekrutan yang benar, pengelolaan pengelolaan yang benar, perawatan yang benar dan pengawasan yang ketat. Kedua, kepedulian pimpinan dalam semua tahapan sangat menentukan terutama sebagai sistem kontrol. Ketiga aturan dalam pembinaan prajurit harus tegas dan tidak ada toleransi. Keempat, kesejahteraan prajurit beserta keluarganya harus diperhatikan. Kelima, kebanggaan dan motivasi sebagai prajurit TNI harus dijaga dan terus ditingkatkan. Keenam, kembalikan fungsi-fungsi manajemen dalam keorganisasian. Ketujuh, ketegasan para pemimpin sangat utama dalam menjalankan fungsi manajemen. Kedelapan, membaca situasi-situasi yang berhubungan dengan keprajuritan secara cermat untuk memperkirakan arah sejarah.

Setelah pembahasan bidang personel pada bahasan diatas, selanjutnya adalah pembahasan postur skadron dalam bidang materiil. Fasilitas yang digunakan untuk mendukung para pejabat tinggi negara selayaknya adalah yang terbaik, termasuk pesawat terbang yang digunakan untuk memfasilitasi pejabat negara dalam melaksanakan tugas kenegaraan. Saat ini pesawat-pesawat yang dioperasikan Skadron Udara 17 ( pesawat fix wing) sudah berusia 20 tahunan bahkan ada yang tiga puluhan tahun, maka sudah sepantasnya pesawat-pesawat tersebut diganti dengan yang lebih baik yang lebih pantas dijuluki sebagai pesawat kepresidenan, setidaknya pesawat yang berteknologi generasi terakhir dengan kemampuan medium dan long range, memiliki desain interior yang nyaman untuk penerbangan jarak sedang maupun jauh, memiliki sarana hiburan untuk menghilangkan sedikit kejenuhan selama penerbangan, memiliki fasilitas komunikasi satelit yang dapat digunakan selama penerbangan untuk mendukung kelancaran tugas, berkemampuan air refueling (pengisian bahan bakar di udara) khusus pesawat berkemampuan long range dan lebih baik lagi jika dilengkapi dengan anti rudal, pastinya pesawat ini akan sangat mahal tapi memang sepantasnya demikian jika ingin Indonesia one tampil perfect.

Skadron Udara 17 saat ini memiliki kekuatan 12 (dua belas) pesawat, tujuh pesawat fix wing dan lima pesawat rotary wing ( helicopter). Ketujuh fix wing tersebut terdiri atas tiga pesawat jenis Fokker 28 Fellowship hibah dari PT GIA dengan tail nomber A-2801, A2802 dan A-2803, dua pesawat C-130 Hercules dengan tail nomber A-1314 dan A1341, satu pesawat Fokker 27 Troopship yaitu A-2701 dan satu Pesawat Boeing 737-200, A-7304. Sedangkan untuk pesawat rotary wing kelimanya berjenis Super Puma namun demikian terdapat dua type yaitu type L-1 (H-3203, H-3205 dan H-3206) hasil rakitan PTDI, dua yang lainnya ber-type L-2 (H-3204 dan H-3222) hasil rakitan Eurocopter. Pesawat Fokker berasal dari pabrik Fokker VFW Netherland, pesawat C-130 buatan Lockheed aircraft Corp USA, pesawat Boeing 737-200 buatan Boeing Comp USA, dan pesawat Super Puma AS322 buatan Eurocopter Perancis . Dari dua belas pesawat tersebut terdapat tujuh jenis dengan karakteristik yang beragam, hal ini menyebabkan efisiensi perawatan dan pengoperasian tidak tercapai secara optimal.

Multi tipe pesawat di Skadron Udara 17 akan lebih baik jika dirampingkan menjadi dua tipe pesawat saja, mungkin jenis Boeing dan C-130. Hal ini berkaitan dengan rencana Skadron Udara 17 akan mendapat perkuatan pesawat dari PT GIA Boeing 737-400 sebanyak dua unit dan satu pesawat baru Boeing 737-800 BBJ untuk pesawat kepresidenan yang masih dalam pesanan, informasi ini diperoleh dari hasil perbincangan dengan Menteri Pertahanan selama perjalanan dari Menado menuju Jakarta pada lawatan dinasnya dalam rangka pengamanan pulau-pulau terluar. Jika dua pesawat Boeing 737-400 dan BBJ sudah datang maka jumlah pesawat menjadi 15 (lima belas) unit, empat diantaranya adalah pesawat Boeing dari tiga generasi, satu Boeing 737-200, dua Boeing 737-400 (klasik) dan Boeing 737-800 BBJ NG (Next generation). B737-200 sangat cocok untuk latihan para penerbang yang baru pengenalan ke pesawat jet sehingga memiliki bekal dasar karakteristik dan philosofi terbang pesawat jet. Boeing 737-400 bisa dijadikan sebagai loncatan sebelum para penerbang ini menerbangkan pesawat BBJ kepresidenan karena Boeing 737-800 BBJ sudah berpenampilan glass cockpit dengan sistem otomatisasi canggih dibandingkan generasi-generasi sebelumnya, performance-nya sangat handal dan bisa digunakan untuk penerbangan jarak menengah dan jauh (medium / long range).

Perampingan kekuatan skadron dimaksudkan untuk mencapai efisiensi dalam perawatan, pembinaan maupun pengoperasiannya dengan cara memindahkan atau meng-grounded-kan sebagian pesawat. Pesawat Fokker 28 Fellowship sudah cukup tua untuk terus mengabdi di TNI AU dan patut untuk di pensiunkan (grounded), para penerbang beserta aircrew (flight engineer, load master dan groun crew) pesawat F-28 semuanya melaksanakan alih rating ke Pesawat Boeing yang masih kekurangan personel untuk mengawakinya. Pesawat Fokker 27 mungkin bisa masukkan ke skadron induknya yaitu Skadron Udara 2 untuk pertambahan kekuatan yang sementara ini sedang terbatas sekali kesiapannya. Sedangkan untuk pesawat heli (AS-322 dan NAS-322 Super Puma) akan lebih baik jika didirikan skadron udara heli VIP tersendiri karena kekuatannya sudah cukup untuk dijadikan satu skadron udara. Jika skadron Heli VIP akan dibentuk maka harus disiapkan sejumlah personel untuk pegoperasiannya. Heli VIP yang ada saat ini berjumlah lima unit (dua L2 dan tiga L1), jumlah minimal penerbang yang akan mengawakinya adalah jumlah pesawat dikalikan dua dikalikan satu setengah (Jml pnb = jml psw x 2 x 3). Jika jumlah pesawatnya adalah lima, maka jumlah minimal penerbangnya adalah 30 orang. Saat ini penerbang heli yang berdinas di Skadron Udara 17 berjumlah 9 (sembilan) orang terdiri atas dua captain pilot, dua captain buddy ride dan lima copilot, jadi masih kurang 21 penerbang atau kurang 70% dari kekuatan seharusnya. Mengingat kondisi keterbatasan para penerbang maka untuk memenuhi kebutuhan operasional, mungkin sementara waktu skadron heli ini masih harus bekerja sama dengan satuan-satuan yang berada di Atang Sendjaja, Bogor.

Selain pesawat, sarana prasarana pendukung pun sama penting dan harus diperbarui pula kondisinya seperti hanggar beserta fasilitas kantor. Hanggar Skadron Udara 17 merupakan salah satu hanggar peninggalan zaman penjajahan Belanda, hanggar ini berdiri dengan kokoh namun sayang saat ini hanggar Skadron Udara 17 sudah tiga kali terendam air alias kebanjiran, saluran-saluran air di sekitar hanggar sudah tidak mampu lagi menampung debit air pada saat hujan lebat, mungkin saluran yang terlalu kecil atau debit airnya yang terlalu banyak. Saluran-saluran yang mengitari hanggar sebelah utara dan selatan kedalamannya kira-kira satu meter dengan kelebaran 75 cm, di Timur hanggar kedalamannya 75 cm dengan kelebaran 40 cm, sedangkan yang di sebelah barat hanggar kedalamannya satu meter dengan kelebaran satu setengah meter. Saluran-saluran tersebut menampung debit air yang mengalir dari perkantoran Pemadam kebakaran yang melewati sebelah timur dan selatan hanggar, dari Faslat dan sarban melewati sebelah selatan hanggar mengalir ke sebelah barat hanggar. Apabila saluran barat hanggar tidak mampu lagi menampung debit air maka selebihnya akan mengalir tanpa permisi melewati ke dalam hanggar Skadron Udara 17. Kejadian ini pernah disaksikan langsung oleh Komandan Lanud Halim Perdanakusuma Marsekal Pertama TNI Bagus Puruhito beserta para kepala dinas seusai pelaksanaan upacara sertijab Komandan Skadron Udara 17 dari Letkol Penerbang Yuniarsa Aditya Permana kepada Letkol Pnb Ronald Siregar. Jika kejadian ini menjadi langganan musiman maka akan dijadwalkan tersendiri oleh perwira urusan dalam untuk men-standby-kan anggota sebagai tindak preventif pada saat memasuki musim hujan. Kondisi lainnya adalah ruangan-ruangan hanggar sudah tidak lagi kedap sehingga suara pesawat yang melakukan pergerakan (taxi) di sekitar hanggar maupun yang sedang melaksanakan kegiatan maintenance seperti run up, kebisingan yang dihasilkan suara mesin ini akan mengganggu kenyamanan bekerja dan menambah tingkat stress menjadi lebig tinggi. Menghadapi kondisi hanggar yang sudah tua dan sering terkena banjir harus secepatnya diselesaikan dengan upaya sebagai berikut ; pertama, dengan memperbesar saluran air yang mengitari hanggar sehingga dapat menampung debit air yang besar pada saat hujan deras. Kedua, mencegah terpusatnya aliran air ke hanggar skadron dengan membuat saluran tambahan yang langsung kemenuju saluran pembuangan utama. Ketiga, Meninggikan lantai hanggar, ini tidak mungkin karena akan memperpendek tinggi ruang hanggar dan sebagian pesawat tidak akan bisa masuk. Untuk menanggulangi tingkat kebisingan yang tinggi, sementara menggunakan earplug semaksimal mungkin dan mengganti pintu-pintu yang rusak sebatas kemampuan yang bisa dilakukan. Masih menyangkut masalah materiil, selain permasalahan terebut diatas, pengurusan suku cadang pesawat pun terkadang masih bermasalah. Seyogyanya setiap barang yang terpasang di setiap jengkal bagian pesawat memiliki riwayat yang jelas asal-usulnya, kapan dipasangnya, darimana datangnya, siapa yang mengadakan, bagaimana proses pengetesannya, dan lain sebagainya. Semua barang ini sudah jelas kualitas maupun harganya, jadi jika masih ditemukan barang yang tidak sesuai dengan kebutuhannya berarti ada penyimpangan pada sistem pengadaan dan harus ada sanksi hukum yang diberlakukan. Sayangnya masalah ini susah untuk ungkap, dan merupakan ladang bagi sebagian oknum. Masalah ini hanya bisa diselesaikan pada level pimpinan, satuan bawah seperti skadron hanya menerima kebijakan dan loyal kepada perintah pimpinan apapun keadaannya.

Permasalahan lain yang sangat berhubungan dengan postur Skadron Udara 17 adalah masalah budaya safety. Berbicara safety berarti berbicara sistem, karena pelaku safety bukan orang perorang melainkan seluruh jajaran satuan di TNI AU. Masalah safety di Skadron Udara 17 adalah tanggung jawab semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat didalamnya, apalagi jika menyangkut penerbangan VVIP/VIP. Budaya safety melibatkan semua unsur, dari unsur terendah (pegawai golongan bawah) sampai unsur tertinggi (Kepala Staf). Sosialisasi mengenai lambangja dan budaya safety harus dilaksanakan lebih intensif, karena frekuensi ataupun kualitas kegiatan sosialisasi mengenai keselamatan terbang dan kerja dan budaya safety yang diberikan atau diadakan oleh pihak-pihak yang bewenang sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan serta pemahaman seluruh personel Skadron Udara 17 mengenai pentingnya keselamatan terbang dan kerja dan budaya safety dalam pelaksanaan tugas. Sementara ini pemahaman mengenai safety masih terbatas, pelaksanaan ceramah lambangja masih dititik beratkan kepada awak pesawat saja, belum melibatkan semua personel pendukung lain, termasuk PNS, pemberi materi tergantung kepada perwira safety yang memiliki dasar pengetahuan Lambangja, sementara jumlahnya terbatas apalagi dengan kondisi mobilitas kerja yang tinggi, pemahaman budaya safety baru sebatas tindakan reactive atau calculative, belum menuju ke arah proactive bahkan generative safety culture. Sementara ini pemberian penekanan akan pentingnya safety secara intensif diberikan jika sudah terjadi suatu incident / accident, padahal seharusnya penekanan ini secara konsisten harus terus diberikan kepada seluruh personel skadron, pelaksanaan kegiatan sosialisasi yang belum terjadwal dengan baik termasuk pengadaan buletin / brosur ke satuan-satuan bawah sebagai media informasi terkini bagi seluruh personel, dan motivasi anggota yang masih perlu dorongan karena belum tumbuhnya inner motivation pada semua individu. Motivasi merupakan pendorong yang menggerakan kinerja personel secara perorangan maupun kelompok untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Kebanyakan personel melaksanakan ketentuan-ketentuan Lambangja karena ketakutan terhadap atasan sehingga yang muncul adalah keterpaksaan bukan kesadaran akan pentingnya safety. Motivasi yang masih tumbuh pada sebagian besar personel Skadron Udara 17 saat ini masih didasarkan atas ketakutan (fear motivation) dan dalam proses ke tahap motivasi untuk mencapai sesuatu (achievement motivation ), belum pada tingkat motivasi yang tumbuh dari dalam pribadi masing-masing (inner motivation), khususnya masalah safety. Motivasi yang lemah akan menghambat perkembangan budaya safety dan menyebabkan produktifitas kerja rendah. Pada lain sisi, sarana dan prasarana untuk mendukung terciptanya budaya safety masih kurang sementara keberhasilan suatu sistem program pembinaan keselamatan terbang dan kerja harus di dukung dengan kelengkapan fasilitas pendukung lainnya guna menjamin suksesnya program tersebut. Kondisi sarpras di skadron yang berhubungan dengan safety diantaranya adalah perlengkapan Survival (survival kit) didalam pesawat maish ada yang tidak memenuhi standar, Fire extinguisher (apar) yang tersedia di hanggar banyak yang kondisinya sudah rusak, tabung oksigen beserta isi dan kelengkapannya seperti masker yang jumlahnya kurang dan tidak lengkap.

Personel Skadron Udara 17 harus memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap budaya safety karena safety merupakan modal untuk mencapai kesiapan operasional yang tinggi. Untuk memperbaiki postur Skadron Udara 17 sebagai Skadron VVIP /VIP Kondisi budaya safety harus lebih baik pada semua bidang, baik pada bidang personel, sarana prasarana, maupun bidang manajemen. Bidang personel, personel merupakan kekuatan utama penggerak roda organisasi, agar dapat menjalankan proses administrasi atau manajemen yang baik sangat diperlukan tenaga yang profesional dan memiliki integritas yang tinggi. Skadron harus memiliki perwira safety yang memadai, perwira safety adalah duta yang mengemban amanat untuk membantu tugas komandan disatuannya dalam rangka menanamkan pengetahuan dan mengembangkan budaya safety kepada seluruh personel Skadron Udara 17, dengan jumlah yang cukup memadai maka beban kerja pimpinan dalam menjalankan program kerja Lambangja untuk mencapai sasaran akan lebih ringan. Penempatan Palambangja yang Proporsional, penempatan seorang perwira untuk menduduki suatu jabatan tertentu dapat dilakukan dengan pertimbangan atas dasar latar belakang pendidikan dan pengalaman, sehingga proses penggerakkan program kerja pada bidang tersebut akan lebih mudah. Kebijakan pola pembinaan dengan sistim rolling harus dirubah agar penempatan personel dapat dilakukan secara proporsional sehingga efektifitas dalam menjalankan manajemen Lambangja. Disiplin personel tinggi, disiplin personel yang tinggi sangat erat hubungannya dengan safety, tanpa disiplin safety akan sulit berkembang. Untuk mendukung optimalisasi budaya safety diharapkan personel skadron dan personel pendukung taat terhadap ketentuan Safety, ketentuan safety yang dimaksud adalah ketentuan yang dibuat oleh seksi Lambangja skadron ataupun pangkalan setempat untuk semua personel yang terlibat dalam menciptakan kondisi lingkungan yang aman dari kecelakaan. Penggunaan prosedur sesuai ketentuan, prosedur dibuat untuk menjamin dilaksanakan atau tidaknya suatu tindakan / kegiatan demi terciptanya kondisi yang aman baik untuk personel maupun materiil. Penggunaan peralatan kerja sesuai prosedur, penggunaan peralatan kerja yang sesuai dengan ketentuan dalam manual akan mendapatkan hasil kerja yang lebih maksimal, lebih aman dan terjaganya kerusakan komponen-komponen pesawat akibat kecerobohan pekerja yang tidak memperhatikan safety. Personel skadron juga harus memiliki respon yang proactive menghadapi situasi dan kondisi yang akan terjadi yang didasari dengan analisa perkiraan dari perspektif safety. Sehingga pemberian penekanan akan pentingnya safety dilaksanakan secara konsisten dan tepat sasaran mengikuti ritme perkembangan yang terjadi. Personel yang berotivasi tinggi, motivasi tinggi personel akan mempercepat perkembangan budaya safety di suatu lingkungan. Hal ini akan sangat efektif jika seluruh personel yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki inner motivation, yaitu motivasi yang secara alami tumbuh didalam semua individu untuk membudayakan safety di lingkungan kerjanya yang diikuti denagn motivasi-motivasi lainnya yang mendukung seperti motivasi untuk belajar, motivasi kerja dan motivasi untuk berprestasi.

Dalam bidang Allambangja, sarana dan prasarana yang mendukung lambangja diharapkan mampu mensukseskan program kegiatan Keselamatan terbang dan kerja secara efektif dan efisien. Oleh karena itu kondisi yang diharapkan di Skadron Udara 17 antara lain adalah terpenuhinya perlengkapan survival (survival kit) didalam pesawat yang sesuai standar yang dibutuhkan, fire extinguisher (alpeka) di pesawat cukup jumlahnya dan diverifikasi secara teratur, serta tersedianya tabung oksigen beserta isi dan kelengkapannya seperti masker yang sesuai kebutuhan dan lengkap. Sarana dan Prasarana yang standar akan mendukung terciptanya kondisi yang aman untuk berlangsungnya suatu aktifitas kerja.

Skadron Udara 17 harus secara aktif melaksanakan program penerapan budaya safety di satuannya dengan mengirimkan secara rutin personel untuk mengikuti pendidikan khusus maupun kursus mengenai lambangja di TNI Angkatan Udara baik perwira maupun bintara (bila susbalambangja telah dibuka) sehingga penyebaran pemahaman budaya safety akan lebih optimal, selain itu Skadron Udara 17 dapat mengikutsertakan personelnya dalam acara seminar atau workshop mengenai safety culture yang diselenggarakan oleh TNI Angkatan Udara maupun kalangan sipil untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas. Lebih proaktif dalam mencari informasi mengenai jadual pendidikan/kursus lambangja, sehingga dapat mengatur atau merencanakan lebih dini personel yang akan dikirim sesuai dengan kebutuhan skadron dan kemampuan yang dimiliki personel yang bersangkutan. Penunjukan/penentuan perwira senior sebagai Kepala Seksi Lambangja Skadron, sehingga lebih efektif dalam melaksanakan pengawasan mengenai pelaksanaan budaya safety dan tidak ragu bila menyampaikan saran atau analisa mengenai kondisi safety kepada Komandan. Melakukan pembinaan disiplin terhadap personel khususnya mengenai prosedur penerbangan dan penyiapan pesawat serta pemeliharaan alut sista yang dapat dirinci sebagai berikut pertama, melaksanakan pengawasan secara terus menerus terhadap pelaksanaan kegiatan Lambangja dan penerapan budaya safety baik yang berkaitan dengan penerbangan maupun pelaksanaan dinas rutin, kedua, menanamkan kesadaran pribadi kepada setiap personel bahwa upaya pencegahan kecelakaan bukan hanya merupakan tanggung jawab komandan atau Perwira Lambangja saja, namun merupakan tanggung jawab setiap personel. Komandan, Perwira Lambangja dan Perwira lainnya harus dapat memberikan motivasi dan keteladanan kepada para anggotanya, serta tidak segan-segan untuk menegur/menindak anggota Skadron apabila melakukan sesuatu hal yang berpotensi menyebabkan kecelakaan, ketiga, melaksanakan kontrol terhadap pelaksanaan pemeriksaan kesehatan rutin oleh seluruh awak pesawat Skadron Udara 17 baik sebelum melaksanakan penerbangan maupun pemeriksaan berkala (ILA/Medex), keempat, memberikan hukuman atau punishment kepada personil yang melanggar prosedur Lambangja, komandan skadron sebaiknya juga memberikan penghargaan atau reward kepada personel yang dalam kurun waktu tertentu telah menunjukkan disiplin dan budaya safety yang baik dalam setiap tugas yang dikerjakannya sehingga personel lain dapat mengambil contoh dan terpacu untuk selalu menampilkan kinerja dan budaya safety yang baik pula. Lebih intensif dalam mensosialisasikan budaya safety dengan beberapa kegiatan, pertama, memberikan penekanan rutin mengenai Lambangja oleh personel Lambangja atau perwira safety di setiap kegiatan penerbangan maupun pemeliharaan di Skadron Udara 17 termasuk melaksanakan kegiatan pencegahan adanya KOBA setiap minggu sebagai upaya meningkatkan rasa peduli dan budaya safety bagi seluruh anggota skadron, kedua, memberi informasi mengenai perkembangan lambangja terkini agar diketahui oleh seluruh personel atau berita-berita tentang bahaya serta akibat-akibat yang terjadi akibat kurangnya pemahaman dan kelalaian pada masalah Lambangja dengan membuat poster-poster yang berhubungan dengan kegiatan ataupun penjelasan-penjelasan mengenai budaya safety, ketiga mengikutsertakan seluruh personel Skadron Udara 17 baik awak pesawat saja, ground crew maupun PNS dan honorer dalam kegiatan ceramah atau pembekalan mengenai lambangja/budaya safety baik yang diadakan mandiri oleh skadron atau diadakan di tingkat lanud dengan mengirim perwakilan, keempat, mengajak seluruh personel menuju ke arah proactive safety culture agar selalu waspada terhadap potensi Incident / accident dan mencari upaya pencegahan dengan melaksanakan komunikasi aktif antara anggota dan perwira atau atasan yang bertanggungjawab, kelima, mengadakan tutorial terhadap para perwira muda yang dilaksanakan oleh perwira safety (Kasi Lambangja) tentang Lambangja untuk menambah pengetahuan dalam bidang safety, yang kemudian para perwira tersebut akan menularkan pengetahuannya melalui kegiatan-kegiatan nonformal, seperti pengarahan pada apel pagi dan pengarahan khusus setiap hari kamis yang dijadikan hari Lambangja.

Dalam hal sarana prasarana skadron dapat mengupayakan dengan melengkapi peralatan Survival (survival kit), Fire extinguisher (alpeka) dan tabung oksigen beserta kelengkapannya di dalam pesawat sesuai standar yang dibutuhkan. Hal ini termasuk juga mengajukan kekurangan yang ada kepada satuan atas agar segera mendapat dukungan. Mengatur tata letak peralatan kerja dan allambangja sehingga mudah dijangkau atau digunakan oleh setiap personel yang memerlukan serta memudahkan pengawasan pengembalian peralatan tersebut. Sementara untuk masalah pengadaan barang untuk mengganti peralatan yang sudah rusak sudah ada satuan yang berwenang untuk melakukannya.

Upaya lain yang harus dilaksanakan skadron yang berkaitan dengan safety adalah bidang manajemen. Manajemen Skadron Udara 17 sudah cukup bagus namun demikian perlu direstrukturisasi untuk meningkatkan efektifitas kerjanya dalam optimalisasi budaya safety. Adapun upaya-upaya yang perlu dilakukan yaitu meliputi beberapa hal, yaitu pertama, perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan. Perencanaan program kerja Lambangja yang lengkap dan memenuhi syarat-syarat perencanaan yang baik yaitu sederhana, fleksibel, stabil, dalam perimbangan dan meliputi seluruh tindakan yang diperlukan. Pengorganisasian dimaksudkan untuk membagi tugas dan tanggung jawab sehingga tidak tertumpu pada orang tertentu, sehingga tugas pimpinan yang bertanggung jawab langsung terhadap budaya safety di lingkungannya akan lebih ringan dan lebih mempermudah dalam penggerakannya. Penggerakkan, penggerakkan keorganisasian yang disusun dalam pelaksanaan program Lambangja yang sudah di bentuk digerakkan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Dalam penggerakkan ini peran Kasi Lambangja sangat menentukan, sebelum kegiatan tertentu dilaksanakan kasi lambangja harus sudah mengecek sejauh mana persiapan yang sudah dilakukan, adakan koordinasi yang baik dan fleksibel dengan staf skadron dan satuan lain untuk memperlancar proses yang diperlukan. Pengendalian, pengendalian taktis terhadap semua kegiatan Lambangja berada di bawah Kasi Lambangja, oleh karena itu Kasi Lambangja harus proaktif dan selalu menyiapkan tindakan preventif untuk menyukseskan semua kegiatan. Dalam sistem pengendalian juga dibutuhkan peran pimpinan untuk mengawasi sejauh mana program telah berjalan, sehingga fungsi kontrol tetap berada di tangan pimpinan sebagai penanggung jawab semua kegiatan di skadron.

Menyimak keseluruhan bahasan mengenai postur Skadron Udara 17 yang meliputi personel dan materiil, postur skadron yang diharapkan, dan ilustrasi-ilustrasi tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pertama, kedudukan Skadron Udara 17 sebagai skadron VVIP/VIP sangat strategis karena menyangkut keamanan pejabat tinggi negara baik lingkunan sipil maupun militer, oleh sebab itu figur Skadron Udara 17 sangat disorot baik personel maupun materiilnya. Kedua, postur Skadron Udara 17 saat ini masih banyak yang harus dibenahi baik menyangkut personel, materiil, maupun manajemennya. Ketiga, upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan postur Skadron Udara 17 menjadi figur skadron udara yang sempurna tidak cukup dengan optimalisasi melainkan harus ditingkatkan dan dikonsep ulang berdasarkan kajian yang matang. Keempat, Kebijakan pimpinan sangat diharapkan dalam membantu proses penyempurnaan postur skadron. Kelima, kunci untuk mewujuddkan semua ini adalah dengan keyakinan dan usaha, Penulis yakin Skadron Udara 17 pada saatnya akan tampil perfect dan tidak salah berlambangkan kereta kencana. Tulisan ini dirampungkan dalam waktu 17 hari, mudah-mudahan ini awal yang baik untuk kejayaan Skadron Udara 17.



Penulis




Noto Casnoto
Kapten Pnb NRP 526276

Selasa, 05 Januari 2010

BELAJAR MEMIMPIN DARI ALAM

Kita perlu banyak mengambil manfaat dari kata "Iqro" (baca) kata pertama yang disampaikan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. Kata ini sangat banyak mengandung makna yang tersirat di dalamnya... mungkin jika dilihat sekilas saja arti kata iqro adalah baca, yaitu membaca makna tulisan tapi jika dicermati lebih mendalam baca yang dimaksud adalah membaca dengan melihat, mendengar dan merasakan seluruh bentuk energi yang terjadi di sekitar obyek yang kita baca... dengan demikian gambaran yang masuk ke dalam pikiran kita berupa bentuk persepsi yang lebih utuh...